Monday, December 18, 2006

Allah yang Terasa Lambat (Yes 64:1-9)

 

Salah satu masalah besar yang kita hadapi dalam hidup ini yang pasti menggelisahkan kita adalah ketika kita harus menunggu sesuatu di dalam ketidakpastian. Biasanya berbagai ketidakpastian inilah yang menggelisahkan hati kita. Bayangkan ketika seorang ibu yang sedang menantikan kelahiran anaknya. Pada hari yang diperkirakan oleh dokter ternyata si jabang bayi tidak kunjung lahir juga. Bayangkan pula orang-orang yang sedang dalam keadaan sakit, demikian lama mereka berharap dan menunggu, tetapi tidak ada kejelasan mereka akan sembuh atau tidak. Atau juga seorang bujangan yang telah lama menantikan hadirnya jodoh yang ditentukan baginya. Ia bergumul dengan dua pertanyaan ini: apakah saya akan berjodoh dengan seseorang ataukah saya harus melajang seumur hidup saya? Mungkin juga kita sedang menunggu pengumuman penting di kantor, apakah kita menjadi salah seorang pegawai yang turut mendapatkan kenaikan pangkat tahun ini.

Semua ketidakpastian ini pastinya sangat menggelisahkan hati kita, membuat kita tidak merasa nyaman dan cemas. Kita lebih suka dengan jawaban ya atau tidak, kita tidak suka menunggu jawaban dalam waktu yang cukup lama. Di dalam hidup ini sering kali kita tidak merasa sabar atas sesuatu, semuanya harus serba pasti. Akibatnya, kita akan merasa gelisah ketika kita menjumpai sebuah ketidakpastian di dalam hidup ini.

Pada suatu malam, seusai melayani di sebuah gereja yang terletak di sebuah kota yang cukup sulit dijangkau dari mana pun juga, saya menunggu datangnya bus yang dapat mengantar saya kembali ke kota tempat tinggal saya. Itu adalah pengalaman saya yang pertama berada di kota itu. Walaupun sudah cukup malam, saya yakin bahwa akan ada bus antar kota yang akan berhenti di tempat itu, sehingga saya tidak terlalu terusik dengan lamanya waktu menunggu. Tetapi ada seorang bapak tua yang berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Semua gerak-gerik tubuhnya sangat menunjukkan kegelisahannya. Tak lama kemudian saya menghampirinya dan menanyakan alasan kegelisahannya itu. Dengan wajah berkerut karena cemas ia bertanya apakah masih ada bus antar kota yang akan berhenti di tempat kami berdiri ke arah kota yang sama dengan yang akan saya tuju. Dengan optimisme tinggi saya meyakinkan dia bahwa malam itu pasti akan ada bus yang akan datang untuk mengantar kami kembali pulang, dan kemudian saya mencoba untuk menenangkan hatinya. Tetapi bujukan saya itu tidak berhasil menenangkannya, karena menurutnya minggu sebelumnya ia berada di tempat yang sama untuk menunggu bus yang sama, dan ia baru mendapat bus pada pukul 01.00. Tetapi saya yang merasa sangat yakin, sehingga saya masih mencoba bersikap tenang. Orang itu begitu senewen dan mulai mengomeli saya. Sayangnya, memang bus yang kami nantikan baru muncul pada pukul dua dini hari.

Orang yang tidak gelisah di dalam ketidakpastian bisa berarti dua hal. Yang pertama mungkin ia adalah orang yang terlalu percaya diri dan mudah menggampangkan segala sesuatu. Yang kedua bisa jadi karena justru ia adalah orang yang sangat acuh dengan keadaan di sekelilingnya. Tetapi dalam kondisi normal, proses penantian terhadap sesuatu adalah sesuatu yang menggelisahkan.

"Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada mata yang melihat seorang allah yang bertindak bagi orang yang menanti-nantikan dia; hanya Engkau [Tuhan] yang berbuat demikian" (Yesaya 64:4). Di sini Tuhan digambarkan sebagai pribadi yang bertindak bagi orang yang menantikan-Nya. Bukankah ini adalah sebuah kabar baik? Tunggu dulu. Apabila dikatakan bahwa Tuhan akan bertindak bagi mereka yang menanti-nantikan-Nya, itu menandakan dua hal. Yang pertama adalah Tuhan bertindak, dan yang kedua adalah orang-orang yang menanti-nantikan Dia.

Apabila kita percaya bahwa Tuhan bertindak, maka kita pun harus percaya bahwa Dia akan bertindak pada waktu-Nya, sehingga kita harus sabar menantikan saat itu tiba. Dengan kata lain, kita harus memahami bahwa waktu Tuhan tidak sama dengan waktu kita. Itulah sebabnya dikatakan bahwa Tuhan bertindak bagi orang-orang yang menanti-nantikan Dia. Jadi ada saatnya kita memang harus menunggu tindakan Allah dengan gelisah. Sering kali pada masa penantian itu kita dengan cemas bertanya-tanya, mengapa Tuhan tidak segera bertindak? Mengapa Dia tidak melakukan apa yang dipandang-Nya benar? Mengapa Dia tidak menjawab doa kita pada saat itu juga? Sekali lagi, Tuhan hendak mengajar kita untuk melihat perbedaan waktu-Nya dengan waktu kita. Dan jika memang kita merasa bahwa waktu itu terlalu lama, itu artinya Dia menghendaki kita untuk menunggu, walaupun dengan perasaan tidak tenang dan gelisah. 

 Alangkah menariknya ketika kita memperhatikan orang-orang yang sedang menunggu giliran di sebuah ruang tunggu dokter gigi. Biasanya mereka datang dengan muka muram dan tegang. Uniknya, ketika nama mereka dipanggil untuk giliran selanjutnya, mereka pun tidak menunjukkan ekspresi yang senang, bahkan ada yang merasa semakin tegang. Saya sering mendengar keluhan beberapa orang yang gelisah melihat anak atau cucunya belum mendapatkan jodohnya. Padahal mungkin yang bersangkutan malah bersikap santai. Semuanya itu memperlihatkan bagaimana untuk menunggu hal-hal yang wajar secara manusiawi, manusia dapat menjadi cemas, apalagi ketika kita sedang menunggu-nunggu Allah bertindak dalam hidup kita. Ketika kita jatuh sakit, kita berharap Allah segera menyembuhkan kita. Ternyata penyakit itu tidak kunjung sembuh. Kegelisahan itu akan terus menggerogoti pikiran kita. Tetapi mau tidak mau kita harus menunggu, bukan? 

 Menunggu adalah hal yang sangat menggelisahkan, terutama apabila kita menunggu waktu Tuhan bekerja atas sesuatu. Kita memang berhak merasa gelisah, tetapi tidak jarang kita memaksa Tuhan untuk memberi jawaban kepada kita atas penantian kita, jika memang Dia berkenan menolong, lebih baik Dia menyatakannya secara langsung kepada kita, dan jika tidak, lebih baik kita mendapatkan jawaban itu juga secara langsung dari-Nya sehingga kita tidak perlu menunggu. Tetapi memang itulah cara Tuhan bekerja yang menurut kita terasa lambat. Pertanyaan yang harus kita ajukan kepada diri sendiri adalah: apa yang harus kita lakukan sembari menunggu jawaban serta tindakan Allah?

Bangsa Israel pernah mengalami penantian yang membosankan. Ketika Musa sedang bersama dengan Allah di atas gunung Sinai, mereka merasa bahwa Musa terlalu lama berada di sana. Seharusnya ia segera turun dari gunung itu untuk memimpin mereka kembali, dan mereka pun menjadi sangat gelisah. Di antara mereka muncul berbagai dugaan, bisa jadi Musa telah wafat, atau mungkin ia telah pergi meninggalkan mereka, atau bahkan telah diangkat oleh Tuhan ke surga. Di tengah-tengah ketidakpastian itu mereka mengambil keputusan untuk mengumpulkan semua anting-anting serta perhiasan emas mereka dan meleburnya menjadi sebuah patung anak lembu emas untuk disembah. Begitu mudah bagi mereka untuk melepaskan diri dari ketidaksabaran untuk menunggu Musa mendapatkan hukum dari Allah bagi mereka. Mereka dengan mudahnya melupakan semua pertolongan serta mukjizat yang Allah nyatakan dalam sepanjang kehidupan mereka. Itulah sebabnya Musa begitu murka ketika kembali dan mendapati mereka berbuat tidak setia terhadap Allah.

Ketika memasuki masa studi di SAAT Malang, saya dan teman-teman diajak oleh seseorang untuk lebih mengenal daerah Malang dan sekitarnya. Pilihannya jatuh pada gunung Kawi yang terkenal sebagai tempat orang meminta berkat . Tujuannya bukanlah untuk melakukan hal yang sama, melainkan hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu kami akan tempat itu. Di sana kami mendapati seseorang memakai kaus oblong bertuliskan "Yesus Juruselamat dunia." Kami tertarik untuk berbincang-bincang dengannya. Setelah mengetahui bahwa kami adalah mahasiswa teologia, ia mengaku bahwa dirinya adalah seorang majelis jemaat sebuah gereja yang memiliki sebuah toko yang tidak pernah ramai oleh pembeli. Ia merasa Tuhan tidak menjawab doanya untuk membuat tokonya laris. Lalu ia mengikuti saran temannya untuk meminta petunjuk dari seorang paranormal.  Ketika kami menegurnya atas tindakan ini, bapak tersebut justru berkata,"  Ya ... untuk jaga-jaga saja.  Kalau dengan Yesus tidak berhasil, ya dengan yang ini semoga bisa berhasil.  Apalagi kalau Yesus bisa bekerja sama dengan paranormal tadi.  Pasti hebat hasilnya."

Tatkala kita mengalami sakit, kita mencoba untuk mendekatkan diri kepada Tuhan sembari memohon kesembuhan dari-Nya.  Tetapi ada kalanya kita tidak kunjung sembuh sehingga kita mulai memikirkan banyak alternatif di luar Kristus. Walaupun kita tahu bahwa pilihan pengobatan alternatif itu salah, apalagi dengan disebutkannya nama-nama di luar Tuhan kita, tetapi kita tidak sabar menunggu jawaban kesembuhan dari Tuhan, sehingga kita tetap melakukannya. Dengan mudahnya kita berkata bahwa kita akan meminta pengampunan dari Tuhan setelah kita sembuh berkat pengobatan alternatif itu. Tatkala kita tidak sabar menantikan jawaban serta tindakan Tuhan, sering kali kita bertindak seperti orang Israel, yaitu memutuskan untuk memakai berbagai jalan pintas yang justru bertentangan dengan kehendak-Nya, bahkan yang dibenci oleh-Nya.

Ketidaksabaran kita dalam menantikan waktu Tuhan selalu memunculkan masalah baru. Misalnya saja apabila kita merasa tidak menemukan lagi kecocokan dengan pasangan hidup kita -baik suami maupun istri- dan kita tidak sabar menunggu waktu Tuhan bekerja untuk mengubah kehidupan kita menjadi lebih baik, maka dengan mudahnya kita memutuskan untuk bercerai dan mencari pasangan baru yang kita anggap lebih memahami kita dan lebih baik dari pasangan terdahulu.

Ketidaksabaran kita dalam menantikan waktu Tuhan, juga membuat kita melakukan banyak hal yang menyakiti hati-Nya dan orang lain. Tetapi orang yang tidak sabar akan menjadi semakin geram dengan pernyataan ini. Jika memang Allah memahami benar bahwa manusia sering kali tidak sabar dengan penantian yang panjang, mengapa justru Dia membuat seolah-olah waktu berjalan begitu lambat sehingga manusia harus selalu bersungut-sungut? Jawabannya terdapat pada ayat 8: "Tetapi sekarang, ya Tuhan, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu". Inilah faktanya, bahwa didalam masa penantian itu, sebenarnya Tuhan sedang membentuk hidup kita, dengan kata lain, kita sedang dibentuk oleh sang Pembuat. Waktu yang terasa lambat dan lama itu sebenarnya merupakan masa Tuhan mempersiapkan hidup kita untuk menerima berkat-Nya. Jadi pada saat kita bertanya-tanya mengapa Tuhan begitu lama menjawab doa kita, pada saat itulah sebenarnya Dia sedang membentuk dan mempersiapkan kehidupan kita sehingga pada saat yang tepat, hidup serta karakter kita telah terbentuk tepat seperti yang diharapkan-Nya pada saat Dia memberi jawaban atau berkat kepada kita. Sering kali orang yang tidak siap, baik itu mempersiapkan diri, disiapkan oleh Tuhan, maupun menolak untuk disiapkan oleh Tuhan, justru akan menemui serta membuat masalah baru.

Kita banyak menjumpai orang yang dulunya berkekurangan secara material tetapi kehidupan keluarganya bahagia dan suami-istri saling mendoakan, terutama agar keuangan mereka diberkati lebih dari cukup. Tetapi di kala mereka telah diberkati dengan limpah secara material, sang suami mulai tergoda untuk memalingkan hati dan perhatiannya kepada wanita lain, mereka tidak lagi saling mendoakan. Harta yang menjadi jawaban atas doa mereka ternyata tidak menjadi berkat, malah menimbulkan masalah baru. Mengapa? Karena mereka, terutama sang suami, tidak cukup matang dan siap dalam hal karakter dan iman untuk menerima berkat Tuhan, sehingga ia tidak mampu bereaksi tepat seperti yang diharapkan-Nya. Berkat Tuhan justru menjadi masalah baru, tidak lagi berkat.

 Begitu pula ketika kita sakit, ada saatnya Tuhan membentuk kita terlebih dahulu supaya kita siap menerima berkat kesembuhan itu. Ketika saya sedang mengunjungi seorang pria yang sedang sakit, istrinya malah berharap agar ia tidak segera sembuh. Menurutnya, jika segera sembuh, maka sang suami akan segera kembali menjadi pria yang berperangai kasar, suka memukul dan menyakitinya serta anak-anak mereka. Itulah yang menjadi alasan Tuhan tidak segera menjawab doa kita. Dia harus membentuk sifat, karakter, iman, serta hati kita terlebih dahulu untuk menyiapkan kita menerima jawaban doa tepat pada waktunya. Ketika kita siap menerima jawaban dari pergumulan kita, karakter serta perilaku dan iman kita terbentuk, maka saat itulah Tuhan siap bertindak bagi kita, dan kita akan menerimanya dengan bahagia.

Seorang pemuda mengeluh tentang ibunya. Dahulu sang ibu adalah seorang Kristen yang taat dan rajin ke gereja. Suatu ketika ia merasa kecewa dengan sesuatu yang dianggapnya tidak menyenangkan di gereja sehingga ia memutuskan untuk berpindah keyakinan. Bahkan sang ibu membuka pintu rumahnya untuk para pemuda dari kelompok agamanya untuk melakukan aktivitas ibadah di sana. Lalu pemuda ini meminta saya untuk mendoakan sang ibu agar menyadari perbuatannya dan bertobat. Ia menunggu selama satu tahun, tetapi doanya tidak kunjung terjawab. Ia bertanya kepada saya kira-kira mengapa hal ini bisa terjadi. Saya justru bertanya balik kepadanya, apa yang telah dilakukannya kepada sang ibu dalam masa penantian itu. Ia menjawab bahwa selama ini ia menunjukkan kebenciannya terhadap sang ibu. Bagi saya alasannya menjadi jelas. Manakala ia tidak sedang menghormati serta mengasihi sang ibu, saat itulah Tuhan melihat bahwa ia tidak siap menerima jawaban dari-Nya. Itulah sebabnya ia menuruti saran saya untuk tetap bahkan semakin mengasihi ibunya walaupun hatinya menentang hal itu. Enam bulan kemudian ia kembali mendatangi saya dan berkata bahwa ia telah berhasil mengasihi ibunya kembali dan ia terus melakukannya di dalam pembentukan yang Tuhan lakukan di dalam dirinya. Sampai akhirnya pada suatu pagi pada tahun yang ketiga, sang ibu berkata kepadanya bahwa ia ingin pergi ke gereja. Ia begitu bersukacita karena pada saat itulah Tuhan menjawab doanya. Jadi sebelumnya, ia tidak siap menerima pembentukan dari Allah sampai pada akhirnya karakter dan kasihnya menjadi murni, sehingga itulah saat yang tepat bagi Tuhan untuk bertindak baginya. 

Kita semua memiliki berbagai pengalaman mengenai belum terjawabnya doa kita, sehingga itu menggelisahkan hati kita. Tetapi apabila kita mencoba memahami bahwa waktu Tuhan tidaklah sama dengan waktu manusia, dan melihat bahwa di dalam masa penantian itu Tuhan sedang menguji dan membentuk karakter kita supaya kita siap menerima jawaban Tuhan, maka masa itu menjadi masa yang tidak menggelisahkan. Sebaliknya, masa penantian itu adalah saat yang baik bagi kita untuk diperbaiki dan dibentuk, seperti tanah liat di tangan Tuhan, sang Pembentuk kita. Kita tidak boleh marah apalagi sampai bertindak konyol dengan melakukan hal-hal yang menyakiti hati-Nya apabila doa kita belum terjawab. Memang tindakan Tuhan sering kali terasa lambat, tetapi Dia tidak pernah terlambat. Masa penantian adalah masa di mana Tuhan terus membentuk hidup kita.

1 comment:

Anonymous said...

Makasih kk uda ingetin aku sekali lagi.

Makasih buat kalimat yang bagus ini
"Dia harus membentuk sifat, karakter, iman, serta hati kita terlebih dahulu untuk menyiapkan kita menerima jawaban doa tepat pada waktunya."

Di masa penantianku,semoga aku melakukan hal-hal yang berkenan di hati Tuhan sembari terus berharap pada-Nya.Amin! 45-3D