Monday, November 06, 2006

Ketika Musim Orang Mati Tiba

Siapa bilang Indonesia hanya kenal dua musim? Selain musin hujan dan panas yang tidak jelas kapan mulai dan berakhrnya itu, Indonesia juga mempunyai musim yang lain. Jelas lebih banyak dari empat musim di Eropa. Di Indonesia ada musim Mangga, musim Jambu, musim Durian, musim Rambutan, musim duku he..he.he.. Plus tambahan satu musim lagi kalau Anda adalah seorang pendeta : musim orang mati. Masak ada musim orang mati? Benar nih. Saya dulu juga tidak terlalu memperhatikan datangnya musim ini. Ternyata ketika ada anggota jemaat yang mati, biasanya segera saja ada yang menyusul. Kayak janjian gitu deh. Atau jangan-jangan emang mereka janjian ya? Ih ... Serem deh ngebayanginnya.

Kemarin, saya sempat berbincang dengan petugas dari Ario, perusahaan jasa pemakaman. Menurut petugas itu, dalam satu hari rata-rata Ario melayani 5 pemakaman. Dalam satu bulan berarti 150 orang, dan dalam satu tahun berarti 1800 orang. Itu baru dari satu perusahaan jasa pemakaman saja lho. Padahal di Surabaya setidaknya ada 5 jasa pemakaman. Belum terhitung mereka yang mati dan dikuburkan, turun ke dalam Kerajaan Maut (kalimat ini kok jadi mirip pengakuan Iman rasuli ya?) tanpa pelayanan jasa pemakaman. Jadi, kira-kira dalam satu hari berapa jumlah orang mati di Surabaya? Indonesia? Dunia?

Kembali ke soal musim orang mati itu. Petugas dari Ario itu bilang kalau musim orang mati itu biasanya pada bulan yang akhirannya : -ber, seperti September, Oktober, Nopember, Desember. Kenapa begitu? Tanya kenapa? Saya sendiri juga ga tahu. Yang saya tahu kalau musim orang mati datang, saya kerepotan mempersiapkan khotbah untuk penutupan peti dan pemberangkatan jenazah. Tidak jarang saya khotbah dari teks sama, dengan isi yang melulu itu-itu saja, seperti : rumah Bapa, kebangkitan orang mati, surga. Sebenarnya saya bosan juga sih, apalagi para jemaat yang menjadi pendengar saya. Juga paduan suara yang melayani bersama dengan saya. Pasti mereka buoosen poll.

Saya rasa inilah perbedaan antara penghotbah dan penyanyi. Kalau penyanyi selalu punya lagu hits, yang sangat dinanti-nantikan oleh penggemarnya. Ratu selalu ditunggu-tunggu menyanyikan Teman tapi Mesra, Peter Pan juga pasti nyanyi lagu Ada Apa Denganmu?, Samsons pasti memperdengarkan Kenangan Terindahnya. Kalau mereka nyanyi lagu lain, pasti penggemarnya minta lagu hits nya. Makin lama didengerin, lagu hits itu makin asyik. Tapi jadi pengkhotbah ga seberuntung itu. Sehebat-hebatnya satu khotbah, ga bisa diulang-ulang dengan pendengar yang sama. Kalau nekad mengulang khotbah yang sama di tempat yang sama, siap-siap aja dianggap malas. Itulah sebabnya, saya lebih senang jadi pengkhotbah keliling daripada gembala jemaat. Kalau pengkhotbah kelling bisa aja nyanyi lagu hitsnya terus, toh pendengarnya berbeda. Tapi, jangan coba-coa lakukan ini Kalau Anda seorang gembala jemaat.

Nah, sekarang musim orang mati sudah tiba. Para pengkhtobah siap-siaplah menyanyikan lagu lama, kalau Anda tidak bosan. Yang pasti pendengar Anda kemungkinan besar bosan. Karena itu, mari kita sambut musim orang mati ini dengan menggali teks-teks lain untuk khotbah penutupan peti dan pemberangkatan jenazah. Bukankah keluarga yang berduka juga berhak mendengarkan khotbah yang fresh from the oven? Anda setuju?

No comments: