Thursday, November 02, 2006

LUPA

Yang namanya lupa tentu sangat manusiawi. Semua orang, mulai dari lansia sampai kanak-kanak mengalaminya. Semua orang, mulai dari pemungut sampah sampai direktur pun pernah melakukannya. Termasuk seorang pendeta. Karena pendeta juga manusia yang punya rasa dan punya hati; jangan samakan dengan pisau belati. Lho, kok malah nulis liriknya Serius sih. Sampai hampir lupa kalau mau curhat soal lupa. Nah, sabtu kemarin dengan percaya diri saya berangkat untuk berkhotbah di luar kota. Karena masalah lupa ini, isteri mengingatkan." Ayo cek lagi semua barang di koper; jangan sampai ada yang ketinggalan." Isteri mengingatkan seperti itu, karena minggu sebelumnya kami berdua sama-sama lupa. Semua barang di koper telah siap. Tetapi, kopernya yang ketinggalan dibawa. Nah lho! Bayangkan, jam 23.30 malam hari, saya dan isteri baru sadar kalau kami sama-sama lupa membawa kopernya. Terpaksa malam itu, kami tidur dengan belas kasihan baju pinjaman dari Ira. Thanks ya Ir. Syukurlah esok paginya, koper kami dihantarkan oleh sopir gereja. Syukurlah juga tempat retret tidak terlalu jauh dari Surabaya.

Nah, sampai di mana nih. Lupa lagi khan? Oh iya, malam itu koper tidak lupa dibawa. Baru sepuluh menit berangkat, isteri menelpon ke HP dan bertanya," Sepatu sudah bawa belum?" Ini mengingatkan saya pada perjalanan pelayanan ke Blora beberapa waktu yang lalu. Semua sudah lengkap dan ada di mobil. Tetapi, ketika saya samapi di Blora dan sudah bersiap untuk khotbah di KKR Remaja dan Pemuda itu, saya baru sadar. Saya mencari-cari sepatu saya ternyata tidak ada. Di koper tidak ada, di mobil juga tidak ada. Saya lupa membawa sepatu! Nah lho! Akhirnya saya terpaksa berangkat ke gereja dengan sandal gunung Eiger favorit saya. Lucu juga ya, masak saya khotbah KKR Remaja- Pemuda dengan sandal gunung? Syukurlah ada sahabat baik, Pnt. Ponco Trhindoko, yang meminjami sepatu, meski rada kekecilan ya lumayanlah. Lumayan menyiksa he..he..

Nah, kembali ke telpon isteri saya itu. Saya menjawab mantap," Sudah. Saya sudah bawa sepatu." Saya melirik ke bangku belakang. Jas sudah ada, koper sudah ada, collar pendeta juga sudah.Tenang hati saya. Tidak ada yang terlupakan. Malam harinya, ketika mulai persiapan khotbah, saya mencari-cari mana ya Alkitab saya? Di koper tidak ada, di mobil juga tidak ada. Mati saya, kali ini yang ketinggalan justru Alkitab. Yok opo ini rek, mau khotbah kok tidak bawa Alkitab. Sebenarnya sih, saya membawa Dopod 818 yang ada teks Alkitabnya. Tetapi khan rikuh juga nanti kalau serah terima Alkitab. Yang belum pernah lihat nanti bilang kok Alkitabnya kecil banget; yang tahu itu PDA nanti akan bilang wah pendetanya pamer nih.

Akhirnya, Minggu pagi itu seorang pendeta masuk ke gereja dengan mata jelalatan sambil berpikir," Alkitab siapa nih yang saya pinjam?" Ternyata tidak ada. Tiba saatnya doa bersama majelis. Saya menyerahkan PDA itu dan majelisnya berkomentar," Wah, pakai PDA ya pak?" Saya mesam-mesem aja. Pas, nengok ke samping ke arah majelis itu, ternyata ada Akitab yang tidak bertuan di dekat tempat telpon. Ya sudah, saya bilang ke majelis," Saya pinjam Alkitab ini saja Pak!"

Lupa itu manusiawi. Lupa itu juga ajaib. Ajaibnya terletak di sini : walau waktu itu saya lupa, ternyata saat ini saya bisa menuliskan daftar lupa saya. Ini berarti saya bukan pelupa khan?

1 comment:

Anonymous said...

waH....ajaib....^^